Friday, August 10, 2012

Nuruddin Mahmud Zanki, Pahlawan Muslim yang Terlupakan [2]

Jum'at, 10 Agustus 2012

Oleh: Alwi Alatas

DALAM artikel sebelumnya (bagian 1) telah ditulis, Nuruddin Zanki dikenal sebagai pemimpin yang sholeh dan adil. Ibnu al-Athir, seorang sejarawan Muslim, penulis kitab Al-Kamil fi-l-Tarikh, menganggapnya sebagai pemimpin Muslim yang paling adil selepas Umar bin Abdul Aziz.

Selain itu, dia adalah sosok pemimpin yang selalu menjaga shalat berjamaah, shalat malam (Qiyamul Lail), banyak membaca al-Qur’an, dan berpuasa. Ia memiliki ilmu agama yang mendalam, sangat dekat dengan para ulama, dan ikut meriwayatkan hadits bersama mereka.

Di bawah ini adalah beberapa visi nya yang sedikit orang mengetahui;

1. Visi pembebasan wilayah Islam dan misi jihad

Nuruddin Zanki sangat menekankan pentingnya jihad selama masa pemerintahannya. Ia selalu menyiapkan pasukannya untuk berjihad menghadapi pasukan salib. Jika ada seorang emir yang meminta bantuannya dalam menghadapi musuh, seperti yang dilakukan emir Damaskus pada waktu Perang Salib II, maka ia akan segera menyambutnya.

Begitu juga ia selalu mendesak para emir di Suriah-Palestina untuk menyambut seruannya dalam berjihad menghadapi musuh. Ia tidak akan memberi kesempatan para emir itu untuk menghindar dari kewajiban berjihad. Hal ini membuat seorang emir di bawah pemerintahannya, yang tampaknya malas berjihad, mengeluh, “Jika saya tidak segera membantu Nuruddin, maka ia akan mencopot saya dari wilayah kekuasaan saya, karena ia sudah menulis kepada para ulama dan para sufi meminta bantuan melalui doa-doa mereka dan mengarahkan mereka untuk mendorong kaum Muslimin berjihad. Pada saat ini, masing-masing orang ini duduk bersama murid-murid dan sahabat-sahabat mereka serta membaca surat-surat dari Nuruddin, (sambil) menangis dan mengutuk saya. Jika saya hendak menghindari kutukan (orang-orang), maka saya harus menyetujui permintaannya.”

Ia juga membangun visi pembebasan al-Quds dan Palestina dari kekuasaan orang-orang Frank. Hal itu dilakukannya dengan mengeluarkan buku-buku serta berbagai publikasi yang memberikan penekanan tentang pentingnya hal ini. Sebagaimana disebutkan di awal tulisan, ia juga membuat sebuah mimbar untuk diletakkan di Masjid al-Aqsha jika kota ini kelak berhasil dibebaskan.


2. Visi Penegakkan syariah dan keadilan

Nuruddin Zanki sangat menekankan penegakkan syariah dan keadilan di dalam wilayah pemerintahannya. Ia membentuk sebuah lembaga bernama Darul Adl (Rumah Keadilan) di Damaskus dan memimpin sendiri lembaga itu bersama beberapa orang ulama. Lembaga itu ditujukan untuk memutuskan secara syariah berbagai perkara yang sulit diselesaikan oleh lembaga-lembaga kehakiman di bawahnya. Ia sendiri mengikuti proses peradilan laiknya seorang warga biasa jika ada seseorang yang menuntutnya secara hukum. Semua ini memberi keberkahan bagi pemerintahannya.

Tentang ini Ibn al-Athir menerangkan, “Di antara bukti keadilan Nuruddin adalah ia tidak pernah menjatuhkan suatu hukuman berdasarkan dugaan atau tuduhan melainkan meminta dihadirkan beberapa saksi atas tindakan yang dilakukan oleh terdakwa. Kemudian jika memang ia terbukti salah, maka Nuruddin akan menghukumnya dengan hukuman yang pantas dan tidak berlebih-lebihan. Dengan keadilan ini, Allah menghilangkan sekian banyak kejahatan di negerinya. Sedangkan di negeri lain kejahatan begitu merajalela karena para penguasanya menerapkan kebijakan represif, hukuman yang berlebihan, dan memutuskan suatu hukuman berdasarkan dugaan. Wilayah kesultanan Nuruddin yang begitu luas terasa aman dan tidak banyak orang yang jahat disebabkan oleh keadilan dan komitmen dalam menjalankan tuntunan syariah yang suci.”

3. Sifat zuhud

Nuruddin Zanki juga terkenal dengan sifatnya yang zuhud dan menjauhi kekayaan duniawi. Ia tidak mau sedikit pun mengambil uang negara untuk keperluan pribadinya. Ia juga menolak pemberian dan hadiah-hadiah yang diberikan orang kepadanya. Ia pernah menolak, bahkan tidak mau memandang, sebuah imamah yang sangat indah dan mahal yang dihadiahkan kepadanya. Ia meminta imamah itu diberikan kepada seorang ahli ibadah yang kemudian menjualnya seharga seribu dinar dan menggunakan uangnya untuk keperluan dakwah.

Suatu kali ia ditanya apakah mungkin seorang kepala pemerintahan menjadi seorang yang zuhud, sementara ia memiliki kekuasaan dan kekayaan yang besar. Maka ia memberikan contoh Nabi Sulaiman dan Nabi Muhammad yang memimpin wilayah yang luas tetapi sekaligus merupakan pemimpinnya orang-orang yang zuhud pada masanya.

“Sesungguhnya zuhud itu adalah kosongnya hati dari kecintaan terhadap dunia, bukan kosongnya tangan dari dunia,” jelas Nuruddin.

4. Kecintaan pada ilmu dan para ulama

Nuruddin merupakan seorang yang sangat menyintai para ulama, dan ia sendiri sebenarnya merupakan seorang yang berilmu. Jika ada ulama yang datang mengunjunginya, ia akan bangkit berdiri menyambutnya dan mengajak ulama tadi untuk duduk berdampingan dengannya.

Menurut Ibn al-Asakir, majelis-majelis ilmu yang dihadiri oleh Nuruddin bersama para ulama sangat berbobot dan berkharisma. Saat mereka duduk untuk membahas ilmu, keadaannya begitu khusyu’, “… seakan di atas kepala kami ada burung-burung berterbangan disebabkan kewibawaannya,” terang Ibn al-Asakir. Maka begitu pula para ulama menyintai, menghormati, dan mendukung perjuangan yang dilakukannya.


5. Menjauhi maksiat dan dosa-dosa

Nuruddin sangat menekankan agar anak buahnya menjauhi perbuatan maksiat, dan ia sendiri merupakan yang terdahulu dalam melakukannya. Ketika ada anak buahnya yang membicarakan aib orang lain maka ia langsung menegurnya dan mengingatkannya agar ia memeriksa aib-aibnya sendiri. “… seandainya engkau berakal, maka keaibanmu akan menyibukkanmu dari menghitung-hitung keaiban orang lain,” tegur Nuruddin ketika seorang emirnya menyebut aib seorang ulama. “…. Dan aku tidak percaya apa-apa yang kau katakan, dan sesungguhnya apabila kau kembali menyinggung hal ini, maka aku akan memberimu pelajaran.” Maka emir itu pun tidak pernah lagi menyinggung hal itu.

Tentara-tentara Turki Saljuk pada masa-masa sebelumnya banyak yang gemar meminum minuman keras. Namun di bawah kepemimpinan Nuruddin Zanki, mereka tidak lagi melakukan hal itu. Hal ini penting untuk menjamin keberhasilan dalam menghadapi pasukan musuh. Selain itu, Nuruddin juga sangat mengandalkan doa orang-orang yang saleh bagi kemenangan pasukannya.

6. Kekuatan teladan dan persuasi

Nuruddin tidak melakukan tindakan berlebihan serta kekerasan dalam memimpin atau mendisiplinkan anak buahnya. Tetapi sikap serta sistem yang dibangunnya mampu memberikan dorongan persuasif yang kuat bagi orang-orang dibawahnya untuk mengikuti kepemimpinannya. Hal ini disebabkan kepemimpinannya yang efektif serta keteladanan yang ia berikan. Kekuatan persuasif Nuruddin menjadikannya mampu merebut hati masyarakat dan menyatukan wilayah-wilayah Muslim di bawah kepemimpinannya. Pendekatan ini kadang memerlukan waktu yang agak panjang dan memerlukan kesabaran, seperti yang ia lakukan dalam proses penguasaan Damaskus. Tetapi dampaknya lebih langgeng dan permanen.

Tentunya masih ada lagi karakter-karakter Nuruddin Zanki yang tak mungkin disebutkan seluruhnya di sini. Tentu saja Nuruddin Zanki tidak sendirian dalam membangun suasana Islami di wilayah kepemimpinannya. Ia sendiri merupakan hasil bentukan zamannya. Ada ulama-ulama yang telah berperan cukup penting dalam mengubah keadaan masyarakat Muslim pada waktu itu. Dan perubahan positif ini terwujud secara nyata pada pemerintahan Nuruddin Zanki di Suriah dan sekitarnya.

Keutamaan yang dimiliki oleh Nuruddin Zanki tidak hanya diakui oleh para ulama pada zamannya saja, tetapi juga diakui oleh para ulama di masa-masa setelahnya. Berikut ini merupakan perkataan para ulama tentang Nuruddin Zanki.

Adz-Dzahabi dalam kitabnya Siyar A’lam an-Nubala` mengatakan, “Nuruddin merupakan seorang yang pandai menulis, gemar membaca, senantiasa shalat berjamaah dan banyak berpuasa. (Ia suka) membaca Al-Qur`an, bertasbih dan sangat menjaga makanan, menghindari sikap takabbur dan dekat dengan sifat para ulama dan orang-orang baik.”

Menurut Ibn Katsir, Nuruddin Zanki merupakan seorang yang rendah hati dan sopan. Padanya keluhuran budi, cahaya keislaman dan semangat menegakkan dasar-dasar syariat.

Sementara al-Hafizh Ibn al-Asakir, seorang ulama yang hidup sejaman dengan Nuruddin, mengatakan, “(Ia) meriwayatkan hadits, setiap orang melihatnya seperti syahid (malaikat) karena kebesaran kekuasaannya dan wibawa kerajaannya yang diserahkan kepadanya. Dia terlihat lembut dan rendah hati …. Ketika berhasil menaklukkan suatu negeri, dia menyerahkannya dengan aman. Dan setiap kali dia menguasai sebuah kota, muncullah keadilan di tengah rakyatnya.”

Karena kesalehan dan kesungguhannya menegakkan nilai-nilai Islam inilah, bersama-sama dengan para ulama di zamannya, ia berhasil membentuk pemerintahan yang baik dan penuh berkah. Kepemimpinannya kemudian diteruskan oleh Shalahuddin al-Ayyubi, seorang sultan yang juga saleh. Dan pada akhirnya apa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh ini membawa kemenangan yang gemilang dalam sejarah Islam.*/Kuala Lumpur, 8 Agustus 2012

Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com, sedang mengambil program doktoral bidang sejarah di Universiti Islam Antarabangsa, Malaysia. Tulisan ini disarikan dari buku Nuruddin Zanki dan Perang Salib

Red: Cholis Akbar

http://hidayatullah.com/read/24268/10/08/2012/nuruddin-mahmud-zanki,-pahlawan-muslim-yang-terlupakan-%5B2%5D.html

No comments:

Post a Comment